Sistem Pemikiran Ekonomi
27/03/2011
Oleh: abd aziz
Dosen Ekonomi Islam II, UMAR NATUNA, S.ag
Sebelum membahas mengenai sistem pemikiran ekonomi
islami, yang pertama kali harus didefinisikan adalah pengertian dari sistem itu
sendiri, kemudian harus dipahami pula hal-hal apa saja yang harus diperhatikan
dalam membandingkan suatu sistem dengan sistem yang lainnya.
Pengertian dari sistem adalah sekumpulan objek; ide
atau kegiatan yang disatukan oleh sejumlah peraturan yang membentuk hubungan
timbal balik atau saling ketergantungan. Sistem mencakup dua dimensi yaitu apa
yang diorganisasikan dan bagaimana komponen yang menyusunnya dihubungkan satu
sama lain.
Sedangkan ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam
membandingkan suatu sistem. Ketiga hal tersebut meliputi :
- Sistem itu sendiri,
- Kebijakan yang ada dalam sistem itu, serta
- Faktor-faktor yang menjadi cakupan dalam lingkungan dimana sistem itu berada (environment factor).
Keberhasilan dan kegagalan dari suatu sistem dalam
mencapai tujuannya harus dilihat dari ketiga hal tersebut.
Basis fondasi mikro beberapa sistem pemikiran yang
saat ini sudah berkembang yaitu :
Sistem Ekonomi Sosialisme
Sistem ekonomi Sosialisme berpedoman pada paradigma
Marxisme dengan dasar filosofis Dialektika-Materialistik dengan basis fondasi
mikro bahwa tidak ada kepemilikan pribadi dalam hal produksi.
Sistem Ekonomi Kapitalisme
Sistem Ekonomi Kapitalisme menjadikan paradigma
ekonomi pasar sebagai cara pandangnya dengan basis fondasi mikro melihat
manusia sebagai menusia ekonomi (homo economicus) dimana dasar filososfisnya
bersumber pada paham Utilitarianisme, Individualisme dengan Laissezfaire.
Sistem Ekonomi Islami
Sistem Ekonomi Islami adalah sitem yang berdasarkan
sisi pandang paradigma syariah dengan basis fondasi mikro melihat manusia
sebagai seorang hamba Allah Swt yang tentunya tidak terlepas dari nilai-nilai
(akidah) yang tercermin dalam sikap hidup manusia (akhlak).
Sistem Ekonomi islami menegaskan bahwa manusia sebagai
individu tunduk pada perintah Tuhan dan bertindak sebagai pemimpin (khalifah)
di muka bumi dengan tujuan mencapai kemenangan dan kebahagiaan di dunia dan
akhirat dengan mempertanggungjawabkan perbuatannya selama hidup di dunia.
Kita tidak akan membahas lebih dalam dua sistem
pemikiran yang disebutkan pertama, akan tetapi untuk sementara hanya membahas
sistem pemikiran yang ada dalam Ekonomi Islami (Ekonomi Syariah).
Sistem pemikiran ekonomi islami berbeda sekali dengan
sistem pemikiran ekonomi konvensional yang sekular-positif (sosialisme dan
kapitalisme). Sistem pemikiran ekonomi islami dengan jelas sekali didasarkan
pada nilai-nilai yang tidak diragukan kebenarannya bersumber dari Al-Qur’an dan
Hadist. Ekonomi Islam sarat dengan nilai-nilai yang merupakan “asumsi” yang
harus terpenuhi dalam jalannya perekonomian, walaupun kenyataannya nilai-nilai
tersebut harus terus digali lebih dalam oleh para pelaksana (praktisi) dan
akademisi dari kalangan cendekia Islam untuk dapat menjawab tantangan realitas
kehidupan yang berkembang saat ini.
Bagaimana sistem pemikiran ekonomi islami ini
berinteraksi dengan sistem pemikiran yang lainnya? Sudah cukup jelas bahwa
sistem pemikiran ekonomi syariah juga tidak menafikan sistem pemikiran yang
lain. Adanya pemikiran-pemikiran sistem ekonomi diluar Islam menjadi pembanding
bagi manusia itu sendiri sekaligus menguji sampai sejauh mana “ketangguhan”
pemikiran Islam dapat menjawab tantangan kehidupan yang ada. Pemikiran ekonomi
yang lain termasuk situasi dan kondisi sosial budaya, ekonomi masyarakat dan
politik yang ada tidak dapat dipungkiri akan turut dalam mempengaruhi dan
membentuk sistem ekonomi syariah. Namun fondasi terpenting dari sistem ekonomi
syariah yang ada adalah Al Quran dan dan Itroh Rasul SAW (hadist), dimana
referensi seluruh aspek kehidupan telah dicontohkan dengan sempurna dalam
kehidupan Rasulullah SAW.
Pertanyaan yang sering muncul dalam diskusi adalah :
“bagaimana upaya penerapan ekonomi syariah, dimana masyarakat umum – khususnya
ummat Islam – masih terkungkung dalam suatu hegemoni sistem yang berkembang
saat ini?”
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita bedakan
penerapan ekonomi syariah menjadi tiga level yaitu :
Fasal 1: Pengembangan teori dan keilmuan ekonomi
syariah;
Dalam hal pengembangan teori dan keilmuan, telah
banyak pemikiran-pemikiran ekonomi syariah, sebut saja misalkan pemikiran dari
: Bagir Sadr, Umer Chapra, Fahim Khan, Abdul Mannan, M.A. Choudury, Muhammad
Arief, Abbas Mirakhor, Yusuf Qardhowi, dan lain-lain yang mencoba menjawab
berbagai permasalahan dan tujuan hidup manusia terutama di bidang ekonomi. Di
lain pihak, teori yang sudah berkembang saat ini (secara ekstrim diwakili
sosialisme dan kapitalisme) sudah banyak dipertanyakan realitasnya. Keilmuan
ekonomi syariah perlu terus digali dan menjadi kewajiban Ummat Islam terutama
dari golongan pemuda dan kaum intelektual guna mencari solusi atas permasalahan
ekonomi yang ada saat ini.
Fasal 2: Penerapan sistem ekonomi syariah;
Dalam hal penerapan (implementasi) sistem ekonomi
syariah, maka teori-teori dan keilmuan yang sudah dikembangkan tadi harus
diterjemahkan kedalam bentuk petunjuk praktis, peraturan-peraturan dan
lain-lain baik dalam bentuk regulatory rule maupun constitution rule. Dalam
implementasinya, perlu terus digalakkan pendidikan ekonomi kepada masyarakat di
seluruh lapisan.
Pendidikan tidak perlu bergantung kepada sarana dan
biaya dimana selalu menjadi alasan untuk “malas” menggali ilmu. Pendidikan
dapat dimulai dari Keluarga melalui suri tauladan orang tua kepada anak-anaknya
terutama di dalam mengimplemantasi kehidupan yang islami termasuk dalam
kehidupan ekonomi.
Fasal 3: Penguatan perekonomian umat Islam;
Dalam hal penguatan perekonomian ummat yang harus
dilakukan oleh ummat Islam adalah: “Penguasaan (pengendalian) atas
Perekonomian”. Bahwa umat Islam harus mengusai perekonomian. Karena kalau
tidak, maka umat Islam hanya akan terus bergantung dan menjadi sapi perahan
dari ummat yang lain. Untuk mewujudkan kekuatan ekonomi ummat Islam, diperlukan
komitmen yang kuat dari ummat Islam sendiri khususnya dari kalangan mampu dan
para pemimpin dalam menegakkan sendi sendi keislaman. Salah satu sendi
keislaman yang terkait langsung dengan penguatan ekonomi adalah optimalisasi
pendistribusian zakat dan pendidikan yang bermutu bagi seluruh lapisan
masyarakat.
Penegakan pada salah satu fasal tersebut diatas tidak
cukup menghasilkan tegaknya tujuan syariah dalam bidang ekonomi. Jadi
menegakkan perekonomian umat tidak cukup dengan sidiq, amanah dan tabligh saja,
namun harus pula dilengkapi dengan fatonah yaitu kecerdasan dalam strategi
berekonomi. Hal yang lebih mendesak lagi dalam hal pengembangan ekonomi syariah
adalah implementasi dari ketiga fasal tingkatan tersebut dalam kehidupan
sehari-hari, sebagaimana yang dikatakan oleh Nurcholis Majid dalam bukunya:
Islam, Doktrin dan Peradaban, bahwa suatu sistem ajaran, termasuk agama, tidak
akan berfaedah dan tidak akan membawa perbaikan hidup yang dijanjikan, jika
tidak dilaksanakan.
Sebagai penutup ada baiknya kita mencoba merenungkan
apa yang terkandung dalam surat Al-Maidah ayat 3 yang artinya: “Pada hari
ini Ku sempurnakan agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah
Ku ridhai Islam itu jadi agamamu”.
Hal ini menunjukkan kepada kita bagaimana Allah SWT
menggambarkan nikmat yang dianugerahkan kepada ummat manusia dengan sikap
kecukupan. Yang demikian ini merupakan pengabaran bahwa di dalam Islam tidak
ada kekurangan, aib, dan cela. Islam adalah agama yang sempurna dalam kebaikan
dan kebesarannya. Berangkat dari perenungan tersebut membawa kita pada
keyakinan bahwa tidak satupun aspek kehidupan yang tidak ada tuntunan dan
petunjuknya di dalam Islam, termasuk pengabaran akan sistem dan cara
pelaksanaan untuk memecahkan persoalan ekonomi yang teramat penting bagi
manusia. Wallahu A’lam bi al Shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar