ASSALAU 'ALAIKUM Wr. Wb

Laman

Rabu, 13 April 2011

TEORI PERILAKU PRODUKSI ISLAMI






    
      JUDUL :  TEORI PRODUKSI  ISLAM
       MATA KULIAH : EKONOMI ISLAM II















  DI SUSUN OLEH :

  ABD AZIZ HY

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM ( EKIS )
PROGRAM STRATA SATU ( S1 )
2011













KATA PENGANTAR

Pujidan  syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt, karna berkat rahmat dan hidayatnya dapat menyekesaikan makalah ini dengan judul “TEORI PRODUKSI ISLAM”.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pembimbing yang mengarahkan petunjuk dan bimbinganya dalam menyelesaikan makalah ini dan kepada semua pihak yang membantu memberi motivasi saran untuk memudahkan menyelesaikan makalah ini.

Melalui makalah ini para pembaca diharapkan dapat memahami serta menambah wawasan tentang.” TEORI PRODUKSI ISLAM” Selanjutnya penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan . oleh karna itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak demi perbaikan dimasa yang akan datang. Atas kritik dan saran penulis mengucapkan terima kasih…..!!!









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PEMBAHASAN
A.    ARTI PENTING PRODUKSI
B.    PRINSIP-PRINSIP DAN TUJUAN PRODUKSI\
C.    FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI
D.   JENIS-JENIS / KLASIFIKASI FAKTOR PRODUKSI
a. Alam (tanah)
b. Tenaga kerja
c. Modal
d. Wirausaha
e. Fungsi Produksi
E.    KESIMPULAN









A.           ARTI PENTING PRODUKSI

Pada prinsipnya kegiatan produksi sebagaimana kegiatan konsumsi terikat sepenuhnya dengan syari’at Islam. Karena kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi, maka tanpa kegiatan produksi yang menghasilkan barang dan jasa tak akan ada yang bisa dikonsumsi.

Oleh karena itu, kegiatan produksi merupakan suatu hal yang diwajibkan karena tanpa kegiatan produksi maka aktifitas kehidupan akan berhenti. Manusia butuh makan, minum agar bisa beraktifitas dan beribadah, perlu pakaian untuk menutupi aurat dan beribadah, serta butuh tempat tinggal untuk melindungi dirinya serta beribadah juga berbagai kebutuhan lainnya. Allah SWT telah menyediakan bahan bakunya berupa kekayaan alam yang sepenuhnya diciptakan untuk kepentingan manusia. Itu semua baru bisa diperoleh dan bisa dinikmati manusia jika manusia mengelolanya agar menjadi barang dan jasa yang siap dikonsumsi dengan jalan diproduksi terlebih dahulu.Mel ihat pentingnya peranan produksi yang nyata-nyata menentukan kemakmuran suatu bangsa dan taraf hidup manusia, Al-Qur’an telah meletakkan landasan yang sangat kuat. terhadap sistem produksi. Kitab suci Al-Qur’an menggunakan konsep produksi barang dalam artian luas, dan menekankan manfaat dari barang yang diproduksi.

Dalam Surah An-Nahl (16):10,11,12,18 telah diuraikan secara singkat bahwa Allah telah menyediakan kekayaan alam untuk kepentingan dan kesejahteraan manusia. Pada beberapa ayat yang lainnya (QS 28:73, 30:23, 4:32, 78:11) Allah memerintahkan manusia untuk bekerja keras memanfaatkan semua sumber daya itu seoptimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Al-Qur’an juga telah memberikan berbagai alternatif kepada manusia bagaimana melakukan perubahan yang lebih baik dengan menggali dan menggunakan sumber daya alam yang tak terbatas di dunia ini, melalui pengelolaan, modal, kemampuan dan kecenderungannya di dalam proses produksi.

B.            PRINSIP-PRINSIP DAN TUJUAN PRODUKSI

Produksi dalam perspektif Islam adalah suatu usaha untuk menghasilkan dan menambah daya guna dari suatu barang baik dari sisi fisik materialnya maupun dari sisi moralitasnya, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup manusia sebagaimana yang digariskan dalam agama Islam, yaitu mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat. Karena pada dasarnya produksi adalah kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen, maka tujuan produksi harus sejalan dengan tujuan konsumsi sendiri yaitu mencapai falah.





Pengertian seperti ini akan membawa implikasi yang mendasar bagi kegiatan produksi
dan perekonomian secara keseluruhan diantaranya :

Pertama: Seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai moral dan tehnikal yang
Islami, seperti halnya dalam kegiatan konsumsi. Artinya bahwa seluruh kegiatan produksi mulai dari kegiatan mengorganisir faktor-faktor produksi, proses produksi hingga pemasaran dan pelayanan kepada konsumen harus mengikuti aturan-aturan dalam Islam.
Kedua:    Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial kemasyarakatan. Artinya kegiatan produksi harus menjaga nilai-nilai keseimbangan dan harmoni lingkungan sosial dan lingkungan hidup masyarakat
Ketiga:    Permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena faktor kelangkaan faktorfaktor produksi tetapi lebih kompleks. Yaitu karena faktor kemalasan dan pengabaian optimalisasi segala karunia Allah SWT, baik dalam bentuk sumber daya manusia maupun sumber daya alam.

Adapun prinsip-prinsip produksi menurut pandangan beberapa tokoh ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
1. Mannan (1992) menyebutkan bahwa kegiatan produksi dalam perspektif Islam
bersifat altruistik, yaitu mementingkan kepentingan orang lain tanpa mengabaikan
kepentingan diri sendiri, karena secara umum Islam menekankan keseimbangan
antara keduanya. Adanya perilaku altruistik ini menuntut produsen muslim tidak
hanya mengejar keuntungan maksimum saja, sebagaimana dalam kapitalisme, tetapi dia mempunyai tujuan lebih luas yaitu mencapai falah di dunia dan akhirat. Lebih jauh sebagai konsekuensi dari sifat altruistik ini maka prinsip produksi Islam menolak dua konsep ekonomi konvensional dalam produksi yaitu Pareto Optimal dan Given Demand Hypothesis karena tidak sejalan dengan prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam.

2. Siddiqi (1992) mengatakan bahwa prinsip-prinsip produksi dalam Islam adalah :
Memiliki komitmen penuh terhadap keadilan
Memiliki dorongan untuk menciptakan kebajikan
Optimalisasi keuntungan diperkenankan dengan batasan kedua prinsip di atas, artinya
upaya optimalisasi keuntungan tidak boleh dilakukan dengan meninggalkan prinsip
Keadilan dan Kebajikan bagi kesejahteraan masyarakat keseluruhan.

Berdasarkan prinsip-prinsip dasar produksi di atas maka tujuan produksi dalam perspektif Islam tidak hanya berorientasi pada mencari keuntungan yang maksimal,
tetapi juga dalam rangka optimalisasi falah, dan secara spesifik Siddiqi (1992) menguraikan tujuan produksi sebagai berikut:
1. Pemenuhan sarana kebutuhan manusia pada takaran moderat.
2. Menemukan kebutuhan masyarakat.
3. Persediaan terhadap kemungkinan-kemungkinan di masa depan.
4. Persediaan bagi generasi mendatang.
5. Pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah.

Dengan mendasarkan pada prinsip umum ekonomi syari’ah, maka dari ayat-ayat Al-
Qur’an dapat diderivasikan prinsip-prinsip produksi Islami sebagai berikut:
Kesadaran manusia sebagai seorang khalifah.
Manusia menyandang status sebagai seorang khalifah di bumi. Khalifah ini diberi
amanat oleh Allah untuk memakmurkan bumi. Allah-lah yang telah menciptakan
alam semesta dan manusia sebagai penguasanya.


Artinya: Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat,”Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata,”Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman,”Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak engkau ketahui.” (QS Al-Baqarah:30)

Artinya: Dan Dia-lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhan-mu
amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS Al-An’am: 165)

Pemberian amanah dari Allah kepada manusia mengenai bumi ini bertujuan agar manusia dapat memanfaatkan isi bumi dan memperoleh pendidikan agar manusia ingat nikmat yang telah dianugerahkan oleh Allah. Amanah yang diembankan kepada
manusia ini pada akhirnya harus dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu bekerja dan mencari karunia-Nya.

Islam menganggap kerja sebagai cara yang paling utama untuk mencari rezeqi dan tiang pokok produksi. Sesungguhnya Allah akan memberikan kepada seorang muslim
(sebagai khalifah) yang bekerja suatu penghidupan yang baik dan memberikan balasan kepada mereka berupa pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Pengoptimalan fungsi indera dan akal.
Artinya: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada para malaikat, lalu berfirman,”Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!” (QS
Al-Baqarah:31)




Pemberdayaan sumber alam dengan baik.

Artinya: Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasanya Kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air
hujan itu tanam-tanaman yang darinya (dapat) makan binatang-binatang ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan? (QS As- Sajdah:27)
Adanya keseimbangan antara aktivitas untuk dunia dan akhirat.

Artinya: Dan katakanlah,”Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orangorang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS At-Taubah:105)

Islam sangat mendorong umatnya untuk selalu bersemangat dalam bekerja, baik bekerja untuk mencapai penghidupan yang layak dan menghasilkan barang-barang
serta jasa yang menjadi kebutuhan manusia, maupun amal yang bersifat ibadah semata-mata karena Allah.


Aktivitas produksi dilandasi oleh akhlak.

Akhlak harus mendasari bagi seluruh aktivitas ekonomi, termasuk aktivitas ekonomi produksi. Menurut Qardhawi, dikatakan bahwa,”Akhlak merupakan hal yang utama dalam produksi yang wajib diperhatikan kaum muslimin, baik secara individu maupun secara bersama-sama, yaitu bekerja pada bidang yang yang dihalalkan oleh Allah, dan tidak melampaui apa yang diharamkan-Nya.”

C.      FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI
Dalam menghasilkan barang-barang dan jasa dalam proses produksi kita membutuhkan beberapa faktor-faktor produksi, yaitu alat atau sarana untuk melakukan proses produksi.

Beberapa pandangan ekonomi konvensional dan Islami terhadap faktor produksi:

1.        Hubungan antara tujuan produksi dengan penggunaan faktor produksi.

Jika dalam ekonomi konvensional tujuan produksi adalah menghasilkan alat pemuas kebutuhan manusia melalui proses produksi dengan harapan memberikan keuntungan paling maksimal, maka dengan demikian seluruh faktor produksi akan dialokasikan berdasarkan tujuan tersebut. Hal ini berakibat pada eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya ekonomi atau faktor-faktor produksi. Contohnya, dalam rangka mendapatkan keuntungan yang maksimal, produsen akan memeras dan menindas para pekerjanya.


Dalam pandangan ekonomi Islam, prinsip dan tujuan produksi ekonomi yang Islami
alokasi sumber daya ekonomi akan berorientasi pada hal-hal berikut :
a.       Berbagai barang dan jasa yang dilarang oleh agama Islam tidak akan diproduksi
sehingga tidak ada sumber daya ekonomi atau faktor produksi yang dialokasikan
untuk itu.
b.      Produksi barang-barang mewah akan dikurangi sedemikian rupa sehingga semakin sedikit sumber daya untuk memproduksinya
c.        Akan ada perluasan industri untuk menghasilkan barang dan jasa yang merupakan
kebutuhan pokok masyarakat sehingga sumber daya ekonomi lebih banyak dialokasikan untuk itu.

2.      Penentuan harga faktor produksi.

Penentuan harga faktor produksi dalam ekonomi konvensional menggunakan
pendekatan produktivitas marginal yaitu nilai marginal dari faktor produksi yang
merupakan nilai tambah dari satu unit output yang dihasilkan dengan asumsi faktor produksi lainnya dianggap tetap. Misalnya produk marginal tenaga kerja adalah tambahan output yang dihasilkan akibat satu unit tenaga kerja dengan menggunakan

faktor produksi lainnya tetap. Produktivitas marginal ini mengikuti hukum the law of
the diminishing marginal product atau tambahan hasil yang semakin menurun.
Namun demikian, penentuan harga faktor produksi dengan pendekatan ini mendapat
kritikan dari ekonom muslim dengan berbagai alasan.
Pertama,      konsep ini hanya dapat diterapkan pada fungsi produksi yang memiliki fungsi homogenitas berderajat pertama. Padahal fungsi ini jarang terjadi pada dunia nyata.
Kedua,         konsep ini mengasumsikan adanya persaingan sempurna dalam pasar  faktor produksi dimana semua kekuatan ekonomi terfragmentasi.
Ketiga,          konsep ini juga mengasumsikan adanya wirausahawan yang profit
maximizer. Sementara dalam kenyataan mungkin memiliki beberapa  tujuan Sementara, dalam pandangan Islam ada dua prinsip dasar yang harus dijadikan pedoman dalam menentukan faktor produksi, yaitu nilai keadilan (justice) dan pertimbangan kelangkaan (scarcity). Implikasi dari adanya nilai dasar ini adalah:
1.        Kekuatan pasar tidak dapat digunakan begitu saja bagi penentuan upah.
Penentuan upah dilakukan berdasarkan pertimbangan objektif yaitu tingkat upah pasar dan pertimbangan subjektif yaitu implementasi nilai-nilai kemanusiaan.
2.        Implementasi bunga sebagai harga dari modal tidak dapat dilakukan karena ajaran Islam menganggap sebagai riba nasyiah yang haram hukumnya. Penentuan harga
modal akan dilakukan secara integratif dengan kontribusi dari kewirausahaan berdasarkan sistem bagi hasil (profit lost sharing).

3.      Penggunaan sewa (rent) sebagai harga dari faktor produksi tanah tidak dapat diterima begitu saja. Terdapat kontroversi pendapat dikalangan pemikir Islam tentang legalitas sistem sewa dalam legalitas sistem persewaan. Dalam sistem ini
harga tanah tidak ditetapkan di awal dan bersifat tetap seperti bunga tetapi ditentukan secara bersama dengan kontribusi kewirausahaan.
C.           JENIS-JENIS / KLASIFIKASI FAKTOR PRODUKSI

Terdapat perbedaan tentang klasifikasi faktor produksi baik dari kalangan ekonomi konvensional maupun Islam. Hal ini dilatarbelakangi oleh banyak faktor diantaranya ketidaksamaan definisi, karakteristik, maupun peran dari masing-masing faktor produksi dalam menghasilkan output.
Faktor produksi pada umumnya diklasifikasikan dalam 4 jenis :  

a. Alam (tanah)
Tanah merupakan faktor produksi yang sering disebut faktor produksi asal atau asli. Tanah juga merupakan faktor produksi yang relatif unik, sebab tidak diciptakan oleh manusia melainkan manusia tinggal memanfaatkannya. Keunikan tanah yang lain karena ketersediaannya yang relatif amat terbatas (seringkali digambarkan memiliki kurva penawaran in-elastis sempurna). Keunikan ini membawa kerumitan dalam penentuan harga dari tanah sebagai faktor produksi. Apakah pemilik tanah berhak menentukan harga sebagaimana seorang tenaga kerja menawarkan jasa tenaganya atau seorang pemilik mobil menyewakan mobilnya apakah penentuan harga tanah sama dengan penentuan
harga barang dan jasa pada umumnya?. Salah satu penentuan harga tanah adalah dengan sistem sewa (diserahkan pada pihak lain untuk dikelola, tetapi tidak untuk dimiliki).

Adapun bentuk sewa tanah yang diperbolehkan dalam Islam harus mencerminkan nilainilai keadilan, persaudaraan dan kemurahan hati. Keadilan mengandung arti bahwa sewa harus memberikan keuntungan bagi pemilik maupun penyewa, adapun jika terdapat kerugian kedua pihak harus memikulnya agar tidak terjadi kedzaliman, penindasan atau eksploitasi antara pihak yang satu ke pihak lainnya. Dalam pandangan Islam persaudaraan artinya yang kuat harus menolong yang lemah. Nilai-nilai dasar ini menyebabkan penggunaan mekanisme tidak dapat sepenuhnya diberlakukan, disamping karena terdapat sifat unik dari tanah.

b. Tenaga kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi kedua yang dianggap paling penting, karena kekayaan alam dapat berubah menjadi hasil produksi yang bernilai karena jasa tenaga kerja. Keunikan tenaga kerja jika dibandingkan faktor produksi lainnya karena mereka manusia. Sehingga mereka harus diperhatikan. Bagaimana memberi harga atas tenaga kerja serta bagaimana menghargai unsur-unsur kejiwaan, moralitas dan unsur-unsur kemanusiaan yang lainnya. Tenaga kerja di sini mencakup segala kerja manusia yang diarahkan untuk menghasilkan produksi baik berupa jasa, fisik maupun mental. Hal ini mencakup buruh maupun managerial.

Upah merupakan harga dari orang yang telah bekerja serta kewajiban bagi orang yang mempekerjakannya. Dalam penentuan upah, Islam menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan. Terminologi adil dalam pengupahan harus memperhatikan kondisi pekerja (ajir) maupun majikan (mustajir) bukan hanya salah satunya saja. Sehingga tidak dibenarkan pemerintah menetapkan suatu upah hanya semata-mata ingin meningkatkan kesejahteraan para buruh tetapi di sisi lain menimbulkan kezaliman. Beberapa prinsip pemberian upah menurut pandangan Islam yang menjamin diperlakukannya tenaga kerja secara manusiawi:

1.       Hubungan antara pekerja dan majikan harus memperlihatkan nilai kemanusiaan.
2.       Tingkat upah minimum hendaklah mencukupi bagi pemenuhan kebutuhan dasar para pekerja.
3.       Memperhatikan waktu kerja pekerja dengan berdasarkan kekuatan fisik dan  lokasi waktu bagi tertunaikannya hak Allah (beribadah) oleh si pekerja dengan tidak mengurangi upah bagi pekerja.

c. Modal
Modal adalah segala kekayaan baik yang berwujud uang maupun bukan uang (gedung, mesin, perabotan dan kekayaan fisik lainnya) yang dapat digunakan dalam menghasilkan output. Isu terpenting tentang modal ini adalah bagaimana menentukan harganya. Dimana dalam ekonomi konvensional, bunga merupakan harga dari modal (uang), hal ini bertolak belakang dengan pandangan Islam yang mengharamkan bunga karena dikategorikan riba sehingga harus dihapus secara mutlak. Sebagai gantinya ajaran Islam menawarkan

konsep profi-loss sharing yang dipandang lebih mencerminkan nilai-nilai keadilan bagi pelaku ekonomi. Secara umum konsep ini diimplementasikan dalam konsep mudharabah dan musyarakah. Berbeda dengan bunga dalam sistem ini harga modal dan entrepreneur ditentukan bersama berdasarkan persentase keuntungan/kerugian yang akan diterima.

d. Wirausaha
Wirausaha (entrepreneur) pada dasarnya adalah motor penggerak kegiatan produksi. Kegiatan produksi berjalan karena adanya gagasan, upaya, dan motivasi untuk mendapatkan manfaat sekaligus bersedia menanggung resiko dari para wirausaha ini. Meskipun sama-sama manusia, wirausaha tentu berbeda dengan tenaga kerja. Tenaga kerja pada dasarnya hanyalah alat produksi yang hanya menjalankan produksi sebagaimana fungsinya. Dalam pengertian fungsional tenaga kerja mungkin dapat diganti dengan mesin, tetapi hal ini tidak dapat dilakukan terhadap seorang wirausahawan.




e. Fungsi Produksi
Berikut ini beberapa asumsi dasar yang melandasi analisa fungsi produksi dalam
pandangan konvensional, yaitu:

1.      Kegiatan produksi tidak hanya dilakukan terbatas oleh perusahaan saja. Misalnya
      tertentu yang bertujuan mencari keuntungan.
2. Kondisi pasar yang eksis dalam industri adalah pasar persaingan sempurna. Sehingga dengan asumsi ini output setiap perusahaan merupakan bagian kecil dari keseluruhan output yang dibutuhkan oleh pasar.
3. Setiap perusahaan bebas keluar-masuk dalam industri (free entry-exit). Implikasi dari asumsi ini adalah adanya tarikan yang kuat pada industri yang memiliki tingkat
     keuntungan yang tinggi.





























D.                       KESIMPULAN

1.  Pada prinsipnya kegiatan produksi sebagaimana kegiatan konsumsi terikatsepenuhnya dengan syari’at Islam.
2. Dalam Surah An Nahl, 16:10-12,18 telah diuraikan secara singkat bahwa Allah telah menyediakan kekayaan alam untuk kepentingan dan kesejahteraan manusia. Pada beberapa ayat yang lainnya (QS 28:73, 30:23, 4:32, 78:11) Allah memerintahkan manusia untuk bekerja keras memanfaatkan semua sumber daya itu seoptimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
3.    Tujuan produksi Islami harus sejalan dengan tujuan konsumsi sendiri yaitu mencapai falah
4.    Faktor terdiri dari Alam (tanah), Tenaga kerja, Modal, Wirausaha
5.     Fungsi produksi adalah salah satu tools yang dapat membantu produsen dalam
       memperkirakan biaya, penggunaan faktor produksi, pendapatan dan keuntungan darikegiatan produksi yang dilakukan. Perbedaan utama fungsi produksi ekonomi konvensional dengan Islami terletak pada perbedaan tujuan utama dimana dalam konvensional adalah untuk maksimalisasi keuntungan semata-mata, sedangkan dalam Islam mencapai falah bagi produsen, konsumen, negara dan masyarakat secara luas.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar