ASSALAU 'ALAIKUM Wr. Wb

Laman

Senin, 18 April 2011

Sistem Pemikiran Ekonomi


Sistem Pemikiran Ekonomi
27/03/2011
Oleh: abd aziz
Dosen Ekonomi Islam II, UMAR NATUNA, S.ag
Sebelum membahas mengenai sistem pemikiran ekonomi islami, yang pertama kali harus didefinisikan adalah pengertian dari sistem itu sendiri, kemudian harus dipahami pula hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam membandingkan suatu sistem dengan sistem yang lainnya.


Pengertian dari sistem adalah sekumpulan objek; ide atau kegiatan yang disatukan oleh sejumlah peraturan yang membentuk hubungan timbal balik atau saling ketergantungan. Sistem mencakup dua dimensi yaitu apa yang diorganisasikan dan bagaimana komponen yang menyusunnya dihubungkan satu sama lain.
Sedangkan ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam membandingkan suatu sistem. Ketiga hal tersebut meliputi :
  1. Sistem itu sendiri,
  2. Kebijakan yang ada dalam sistem itu, serta
  3. Faktor-faktor yang menjadi cakupan dalam lingkungan dimana sistem itu berada (environment factor).
Keberhasilan dan kegagalan dari suatu sistem dalam mencapai tujuannya harus dilihat dari ketiga hal tersebut.
Basis fondasi mikro beberapa sistem pemikiran yang saat ini sudah berkembang yaitu :
Sistem Ekonomi Sosialisme
Sistem ekonomi Sosialisme berpedoman pada paradigma Marxisme dengan dasar filosofis Dialektika-Materialistik dengan basis fondasi mikro bahwa tidak ada kepemilikan pribadi dalam hal produksi.
Sistem Ekonomi Kapitalisme
Sistem Ekonomi Kapitalisme menjadikan paradigma ekonomi pasar sebagai cara pandangnya dengan basis fondasi mikro melihat manusia sebagai menusia ekonomi (homo economicus) dimana dasar filososfisnya bersumber pada paham Utilitarianisme, Individualisme dengan Laissezfaire.
Sistem Ekonomi Islami
Sistem Ekonomi Islami adalah sitem yang berdasarkan sisi pandang paradigma syariah dengan basis fondasi mikro melihat manusia sebagai seorang hamba Allah Swt yang tentunya tidak terlepas dari nilai-nilai (akidah) yang tercermin dalam sikap hidup manusia (akhlak).
Sistem Ekonomi islami menegaskan bahwa manusia sebagai individu tunduk pada perintah Tuhan dan bertindak sebagai pemimpin (khalifah) di muka bumi dengan tujuan mencapai kemenangan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat dengan mempertanggungjawabkan perbuatannya selama hidup di dunia.
Kita tidak akan membahas lebih dalam dua sistem pemikiran yang disebutkan pertama, akan tetapi untuk sementara hanya membahas sistem pemikiran yang ada dalam Ekonomi Islami (Ekonomi Syariah).
Sistem pemikiran ekonomi islami berbeda sekali dengan sistem pemikiran ekonomi konvensional yang sekular-positif (sosialisme dan kapitalisme). Sistem pemikiran ekonomi islami dengan jelas sekali didasarkan pada nilai-nilai yang tidak diragukan kebenarannya bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist. Ekonomi Islam sarat dengan nilai-nilai yang merupakan “asumsi” yang harus terpenuhi dalam jalannya perekonomian, walaupun kenyataannya nilai-nilai tersebut harus terus digali lebih dalam oleh para pelaksana (praktisi) dan akademisi dari kalangan cendekia Islam untuk dapat menjawab tantangan realitas kehidupan yang berkembang saat ini.
Bagaimana sistem pemikiran ekonomi islami ini berinteraksi dengan sistem pemikiran yang lainnya? Sudah cukup jelas bahwa sistem pemikiran ekonomi syariah juga tidak menafikan sistem pemikiran yang lain. Adanya pemikiran-pemikiran sistem ekonomi diluar Islam menjadi pembanding bagi manusia itu sendiri sekaligus menguji sampai sejauh mana “ketangguhan” pemikiran Islam dapat menjawab tantangan kehidupan yang ada. Pemikiran ekonomi yang lain termasuk situasi dan kondisi sosial budaya, ekonomi masyarakat dan politik yang ada tidak dapat dipungkiri akan turut dalam mempengaruhi dan membentuk sistem ekonomi syariah. Namun fondasi terpenting dari sistem ekonomi syariah yang ada adalah Al Quran dan dan Itroh Rasul SAW (hadist), dimana referensi seluruh aspek kehidupan telah dicontohkan dengan sempurna dalam kehidupan Rasulullah SAW.
Pertanyaan yang sering muncul dalam diskusi adalah : “bagaimana upaya penerapan ekonomi syariah, dimana masyarakat umum – khususnya ummat Islam – masih terkungkung dalam suatu hegemoni sistem yang berkembang saat ini?”
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita bedakan penerapan ekonomi syariah menjadi tiga level yaitu :
Fasal 1: Pengembangan teori dan keilmuan ekonomi syariah;
Dalam hal pengembangan teori dan keilmuan, telah banyak pemikiran-pemikiran ekonomi syariah, sebut saja misalkan pemikiran dari : Bagir Sadr, Umer Chapra, Fahim Khan, Abdul Mannan, M.A. Choudury, Muhammad Arief, Abbas Mirakhor, Yusuf Qardhowi, dan lain-lain yang mencoba menjawab berbagai permasalahan dan tujuan hidup manusia terutama di bidang ekonomi. Di lain pihak, teori yang sudah berkembang saat ini (secara ekstrim diwakili sosialisme dan kapitalisme) sudah banyak dipertanyakan realitasnya. Keilmuan ekonomi syariah perlu terus digali dan menjadi kewajiban Ummat Islam terutama dari golongan pemuda dan kaum intelektual guna mencari solusi atas permasalahan ekonomi yang ada saat ini.
Fasal 2: Penerapan sistem ekonomi syariah;
Dalam hal penerapan (implementasi) sistem ekonomi syariah, maka teori-teori dan keilmuan yang sudah dikembangkan tadi harus diterjemahkan kedalam bentuk petunjuk praktis, peraturan-peraturan dan lain-lain baik dalam bentuk regulatory rule maupun constitution rule. Dalam implementasinya, perlu terus digalakkan pendidikan ekonomi kepada masyarakat di seluruh lapisan.
Pendidikan tidak perlu bergantung kepada sarana dan biaya dimana selalu menjadi alasan untuk “malas” menggali ilmu. Pendidikan dapat dimulai dari Keluarga melalui suri tauladan orang tua kepada anak-anaknya terutama di dalam mengimplemantasi kehidupan yang islami termasuk dalam kehidupan ekonomi.
Fasal 3: Penguatan perekonomian umat Islam;
Dalam hal penguatan perekonomian ummat yang harus dilakukan oleh ummat Islam adalah: “Penguasaan (pengendalian) atas Perekonomian”. Bahwa umat Islam harus mengusai perekonomian. Karena kalau tidak, maka umat Islam hanya akan terus bergantung dan menjadi sapi perahan dari ummat yang lain. Untuk mewujudkan kekuatan ekonomi ummat Islam, diperlukan komitmen yang kuat dari ummat Islam sendiri khususnya dari kalangan mampu dan para pemimpin dalam menegakkan sendi sendi keislaman. Salah satu sendi keislaman yang terkait langsung dengan penguatan ekonomi adalah optimalisasi pendistribusian zakat dan pendidikan yang bermutu bagi seluruh lapisan masyarakat.
Penegakan pada salah satu fasal tersebut diatas tidak cukup menghasilkan tegaknya tujuan syariah dalam bidang ekonomi. Jadi menegakkan perekonomian umat tidak cukup dengan sidiq, amanah dan tabligh saja, namun harus pula dilengkapi dengan fatonah yaitu kecerdasan dalam strategi berekonomi. Hal yang lebih mendesak lagi dalam hal pengembangan ekonomi syariah adalah implementasi dari ketiga fasal tingkatan tersebut dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana yang dikatakan oleh Nurcholis Majid dalam bukunya: Islam, Doktrin dan Peradaban, bahwa suatu sistem ajaran, termasuk agama, tidak akan berfaedah dan tidak akan membawa perbaikan hidup yang dijanjikan, jika tidak dilaksanakan.
Sebagai penutup ada baiknya kita mencoba merenungkan apa yang terkandung dalam surat Al-Maidah ayat 3 yang artinya: “Pada hari ini Ku sempurnakan agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agamamu”.
Hal ini menunjukkan kepada kita bagaimana Allah SWT menggambarkan nikmat yang dianugerahkan kepada ummat manusia dengan sikap kecukupan. Yang demikian ini merupakan pengabaran bahwa di dalam Islam tidak ada kekurangan, aib, dan cela. Islam adalah agama yang sempurna dalam kebaikan dan kebesarannya. Berangkat dari perenungan tersebut membawa kita pada keyakinan bahwa tidak satupun aspek kehidupan yang tidak ada tuntunan dan petunjuknya di dalam Islam, termasuk pengabaran akan sistem dan cara pelaksanaan untuk memecahkan persoalan ekonomi yang teramat penting bagi manusia. Wallahu A’lam bi al Shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar